Cerita ini berawal ketika saya mengantarkan seorang dosen disaat hari sudah menjelang sore...
sebuah cerita dari kejadian nyata yang mungkin akan membuatmu berfikir 2 kali
“ibu mengajar bukan untuk mencari uang, tapi ibu mengajar karna ibu ingin membagikan ilmu yang sudah ibu dapatkan agar ilmu ini tidak terbuang sia-sia”
Hari yang panas di selasa sore saat ini, seluruh mahasiswa terlihat berat membuka mata ada yang sambil mengipas wajah atau tubuhnya mengenakan sebuah buku yang dirasa cukup mengeluarkan angin untuk menghilangkan rasa panas atau ada mahasiswa yang membaringkan kepalanya diatas tasnya dan memejamkan mata, bahkan ada yang asyik mengobrol, bergosip ria yang termasuk juga aku.
Mata kuliah sejarah sore ini bisa dibilang tidak berjalan kondusif seperti hari biasanya, bukannya apa mata kuliah yang bisa dibilang membosankan karna harus membahas sejarah-sejarah masa lalu yang dianggap oleh kebanyakan mahasiswa tidak terlalu penting apalagi dengan metode diskusi yang mengharuskan audiens mendengarkan pemakalah yang terkadang hanya membaca isi makalah mereka saja menambah kebosanan, belum lagi jam kuliah yang dimulai pukul 3 sore membuat mahasiswa yang sudah panas, mengantuk, lapar dan segala macamnya ingin sesegera mungkin pulang kerumah, tapi yang aku lihat ibu Yani dosen kami tetap sabar dan tetap ingin menjelaskan pada kami walau waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, memang masih 40 menit lagi kelas seharusnya masih berlangsung, tapi seluruh mahasiswa sudah mulai mengeluh bahkan mungkin termasuk aku.
“aduh nggak ada angkot sudah jam 4 sore” seru Dini teman sekelasku yang terlihat selalu bosan, nada yang sedikit mengejek membuat aku dan teman-teman sedikit tertawa, tetapi ibu Yani masih tetap melanjutkan penjelasannya dengan lebih singkat dan detail.
Pukul 4.30 setelah beberapa lama ibu Yani menjelaskan sedikit tentang sejarah Islam di Brunei Darussalam akhirnya ibu Yani menutup perjumpaan dengan mengucap Hamdalah dan salam, seluruh mahasiswa Nampak langsung berdiri dan bergegas pulang kerumah masing-masing dengan kendaraannya, termasuk aku. Bahkan aku yang tadinya sedikit mengantuk sekarang sudah bercanda saat keluar kelas tanpa melihat pada dosen lagi.
Aku dan Ria mengendarai motor masing-masing dan berjalan keluar kampus lalu berjalan dengan rasa lega, namun aku sedikit tersentak melihat ibu Yani yang berjalan menuju gerbang yang jaraknya hampir 200 meter itu, akupun menghentikan motorku tepat dismping ibu Yani dan berkata.
“ibu pulang sama siapa bu?” kataku yang sedikit penasaran, kufikir mungkin saja suaminya sedang dalam perjalanan menuju kemari.
“umm ibu naik angkot nak, mau jalan kedepan dulu” jawab ibu itu lembut, lagi aku tersentak mendengar jawaban yang ternyata berbeda dari yang aku fikirkan.
“ya sudah bu bareng saya saja bu, saya satu arah sepertinya kerumah ibu” tawarku lembut tanpa berfikir panjang
“tapi gapapa ini nak?” tanya ibu Yani sedikit ragu-ragu, kufikir mungkin takut merepotkan.
“gapapa kok bu, kan searah juga” jawabku lagi lembut sambil melempar sebuah senyum termanisku.
Tak berapa lama kami sudah berada dijalan raya yang cukup ramai atau boleh dikata selalu ramai disore hari seperti ini.
“nak itu tadi Dini ya, yang memakai jilbab merah tadi dikelas” aku sedikit kaget mendengar pertanyaan ibu Yani karna saat itu aku sedang fokus kejalan yang memang sangat padat
“ohh iya bu itu Dini tadi itu bu yang memakai jilbab merah” jawabku seadanya tanpa berfikir panjang.
Selama perjalanan ibu Yani banyak bercerita tentang keluarga dan pengalamannya atau lebih tepatnya karna aku yang bertanya, mulai dari beliau bercerita tentang suaminya yang seorang tentara yang itulah kenapa ia harus pulang naik angkot, menceritakan 3 anaknya yang masih kecil-kecil, dan juga bercerita jika pagi ia akan mengajar disebuah madrasah yang lumayan jauh dan harus membawa anaknya yang paling kecil yang masih berusia 22 bulan karna kedua anaknya yang masih mengenyam bangku sekolah dasar juga harus bersekolah dan saat sore seperti ini ia akan pergi sendiri karna anaknya yang kecil akan dijaga oleh kedua kakaknya dan ia juga bercerita ia juga harus mandiri pergi-pulang naik angkot atau ojek karna suaminya seorang yang sibuk dan juga menjadi seorang guru atau dosen adalah pilihannya, yang paling kuingat dalah saat ia berkata
“suami ibu pernah bilang kalau kerja hanya ingin mencari uang akan lebih jika ibu dirumah, tapi jika kamu kerja untuk membagi ilmumu maka pergilah membagi ilmumu, ibu memilih untuk mengajar karna ibu merasa terbebani jika ibu tidak membagikan ilmu yang sudah ibu emban selama ini”
Pernyataan yang sedikit membuatku tersentak dan juga masih banyak cerita yang lainnya seperti banyak berbuat sesuatu apalagi jika mempunyai ilmu dan apalagi jika belum menikah karna setelah menikah ruang gerak akan sedikit terbatas atau cerita seperti banyak orang yang meremehkan ibu rumah tangga yang kerjanya hanya bisa dirumah padahal kerjanya seorang ibu rumah tangga itu lebih berat dari siapapun, ibu harus bisa menjadi guru, menjadi dokter, menjadi juru masak bahkan terkadang menjadi tukang servis yang bisa memperbaiki apa saja, perjalanan yang sebenarnya tidak jauh itu tapi aku dapat banyak bercerita dengan ibu Yani tentang banyak hal.
Setibanya aku dirumah aku langsung bergegas mandi karna waktu hampir menunjukkan pukul 6 sore, jarak tempuh yang jauh antara rumahku dan kampus membuatku selalu pulang sore belum lagi jalanan yang akan macet karna memang jamnya orang untuk pulang kerja, ahh rasanya air yang kugunakan untuk mandi terlalu segar sehingga dapat menjernihkkan kembali otakku yang sedari tadi sudah semrawut oleh berbagai macam fikiran.
Malam ini aku banyak berfikir tentang apa yang bu Yani ceritakan padaku tadi sore, aku baru sadar tadi kenapa bu Yani menanyakan tentang Dini, mungkinkah karna sindiran Dini tentang angkot tadi sore yang pada kenyataannya Dini pulang tidak mengendarai angkot melainkan menaiki sepeda motornya sendiri, lalu bu Yani yang pada kenyataannya harus pulang menaiki angkot tetap tenang dan rela mengajarkan kami sampai sore padahal ketiga anaknya yang masih kecil-kecil sedang menunggunya pulng kerumah.
Ahh fikiranku melayang kemana-mana, aku berfikir betapa jahatnya kami sebagai mahasiswa yang hanya menuntut kesempurnaan dosen yang pada kenyataannya sama-sama seorang manusia juga, kami yang seharusnya membutuhkan ilmu malah bermalas-malasan untuk mendengarkan hanya karna waktu yang sudah sore atau hanya karna lapar dan bosan, tapi ibu Yani walaupun ia lelah harus mengendarai angkot agar sampai kekampus hanya untuk mengajar kami, belum lagi harus berjalan kaki sekitar 200 meter dari gerbang kefakultas yang memang jaraknya jauh dan lagi harus meninggalkan ketiga anaknya demi mahasiswa yang bahkan mengeluh dengan mata kuliah yang diberikan beliau.
Terkadang manusia itu selalu menuntut sebuah kesempurnaan tanpa mau melihat sisi balik kesusahan yang diderita seseorang.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar