Danau Biru
By : Noer Fitria Tsani S.
Pagi ini terasa indah dengan aroma yang telah lama tak kuhirup ini, aku keluar berjalan menuju balkon kamar, dinginnya embun terasa sejuk pagi ini dedaunan basah dengan mengkilap ditambah hamparan danau di depanku menambah sejuk serta tenangnya pagi ini.
Dari ujung hidungku sepertinya aku mencium aroma sedap nan khas, tanpa berfikir panjang kulangkahkan kaki mengikuti asalnya aroma tersebut, kutiti anak tangga satu demi satu semakin turun dan aroma ini semakin kuat menyerbak disegala ruangan, hingga sampai aku di depan ruangan dapur.
“wah ternyata aroma ini berasal dari masakan ibu!!!”
“kamu mengagetkan ibu saja ayo sini Biru duduk yang lain sudah menunggu” sapa ibu hangat sembari menarikkanku kursi untuk duduk disamping ayah dan adik laki-lakiku satu-satunya.
“waah masakan ibu banyak banget, pasti semuanya enak-enak deh” aku menganga melihat masakan ibu yang terhampar di seluruh sudut meja makan mungil kami
Tampak ayah dan adikku sibuk menyendokkan makanan yang terlihat lezat itu, mengikuti ayah dan adikku, akupun ikut mneyendok makanan sambil memperhatikan ayah, ibu dan adikku mereka terlihat bahagia dengan wajah ceria dan bersemangat mungkin juga karna masakan ibu yang amat sangat lezat
“waahh masakan ibu memang yang paling best, bahkan nggak ada sisa dipiringku bu” teriak adikku sambil memperlihatkan piringnya pada semua orang
“aku berangkat sekolah dulu ya” lanjut ia sambil berdiri dan menyalami ayah
“tunggu biar kakak antar”
“nggak usah kak sekolahku kan dekat, lagipula akukan cowok masa kesekolah aja dianterin biar aku naik sepeda aja sendiri” bujuk aku dengan wajah memelas
“ayolah sekali-kali kakak yang antar, kakak ingin melihat-lihat suasana kampung kita, ya? Ya?”
“nggak ahh masa aku dianterin kesekolah aku kan sudah besar” bantah ia sambil memonyongkan bibir, sebagai seorang anak laki-laki paling kecil di rumah walaupun ia sudah memasuki jenjang SMA tapi kelakuannya cukup layak dikatakan sebagai anak kecil
“sudahlah Jingga biar kakakmu sekali-kali yang mengantar ya nak?” bujuk ibu dengan nada khas yang lembut, sepertinya Jingga-adikku mulai berfikir ia menopang dagu lalu berkata
“mmm oke deh kakak boleh antar aku”
“yeey tunggu bentar ya kakak ambil jaket dulu” dengan sigap aku loncat kegirangan sambil berlari menuju kamarku untuk mengambil jaket
“cepetan kak, aku tunggu di depan”
Tak lama aku sudah di atas sepeda bersama Jingga, tapi….
“Jingga bagaimana cara mengendarai sepeda ini?” tanyaku dengan Jingga saat ku taruh kakiku dipedal sepeda sambil memamerkan gigi-gigi putihku
“ya ampun kakak aja nggak tau cara naik sepeda mau sok-sok anterin aku” dengan wajah cemberut Jingga kembali memanyunkan bibirnya dan aku hanya memasang tawa tak enak sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal
“ya sudah deh sini tukeran biar aku yang bawa sepedanya” sahut Jingga sambil mengambil alih kursi pengemudi
Tak lama kami sudah menyusuri kampung nan asri kami ini, di mana-mana bunga-bunga indah berseri ditambah dinginnya semilir angin pagi, tak sampai berapa lama kami sudah sampai di SMA
“sudah sampai kak, aku masuk dulu ya, ini sepedanya kakak bawa saja” ucap Jingga sambil memberi gagang sepedanya dan setengah berlari memasuki pagar
“Jingga tunggu, kakak kan nggak bisa bawa sepeda” teriakku memanggil Jingga
“aah ya ampun, kakakku ini kak Biru terlalu manis untuk bawa sepeda” ia mengelus kepalaku lembut lalu menjitakku sambil berkata “tapi kakakku ini terlalu keras kepala, heh tadi kan sudah dibilang biar aku pergi sendiri”
“hehe maaf deh kan kakak Cuma pengen nganterin kamu, ya sudah masuk sana, kakak pulang dulu dah” sambil melambaikan aku pergi meninggalkan Jingga.
---------------------------------
Kususuri jalan dengan melihat sekeliling, hingga tanpa sadar aku menabrak seorang pemuda
“aduh” teriakku sambil mengusap bahu
“maaf..maaf” kulihat seorang pemuda yang sebaya denganku sedang membereskan buku yang terjatuh karna menabrakku
“maaf aku tidak sengaja menabrak kamu, kamu gapapa?” lanjut pemuda itu bertanya
Ia pemuda yang tampan dan sepertinya baik, kuperhatikan wajahnya yang putih dan bersih dengan hidung lancip dan bibir kecil serta mata coklat yang besar mungkin bisa dikatakan ia pemuda idaman wanita
“heyy halo” ia melambaikan tangan di depan wajahku yang tengah bengong melihat dia
“kamu gapapa?”
“aa oh iya aku gapapa kok, aku yang seharusnya minta maaf” jawabku gelagapan
“bagus deh kalau begitu”
Kulihat pemuda ini banyak sekali membawa buku dengan bermacam judul, tapi aku terpaku saat melihat sebuah buku dengan judul Danau Biru, cover buku itu sangat indah dengan bayangan seorang wanita yang tengah duduk dipinggir danau yang biru dan dengan sebuah pohon rindang disampingnya
“wahh indah sekali”
“aa apanya?” ia melihatku memperhatikan buku-buku yang ada ditangannya
“kamu menyukai salah satu buku ini?” lanjut ia sambil melihat kearahku
“ooh itu buku itu, buku dengan sampul danau biru itu sangat indah” jawabku sambil menunjuk kearah buku itu
“ohh buku ini, ya banyak yang mengatakan buku ini sangat bagus dan menyentuh, kamu mau membaca ini?” tanya ia sambil menyodorkan buku itu kearahku
“ahh tidak ini milikmu, aku juga tidak bisa membawa ini pulang” jawabku senyum sambil mendorong buku itu balik kearahnya
“jika kamu mau kita bisa membaca bersama di sana” ajak ia sambil menunjuk sebuah pohon rindang dipinggir danau.
Tak lama kami sudah duduk di bawah pohon rindang dipinggir danau
“ini bukunya kamu bisa membacanya” pemuda itu menyodorkan buku yang sama sambil duduk disampingku
Aku hanya mengambil buku itu sambil tersenyum dan mulai membaca buku itu.
Buku yang diceritakan oleh seorang adik yang kehilangan kakaknya yang baik, seorang gadis muda, ramah, baik dan cantik bernama Biru, seorang gadis buta yang jatuh hati pada pemuda tampan,dan tanpa ia ketahui pemuda itu telah pergi selamanya, namun gadis itu tetap menunggu pemuda itu dipinggir danau hingga akhirnya ia sakit dan meninggal saat sedang menunggu kekasihnya yang tak kunjung datang dipinggir danau.
Tak terasa hari mulai gelap, matahari mulai terbenam.
“ahh sudah sore, aku harus pulang ibu pasti mencariku, aku harus pulang, terima kasih atas bukunya” ku taruh buku itu di pangkuan pemuda tadi dan mulai berlari.
“hey tunggu siapa namamu?”
----------------------------------------------------
“aku pulang” kulepas sepatu dan memasuki rumah
“ya ampun kamu dari mana saja ibu cemas mencarimu”
“maaf bu tadi aku bertemu seorang pemuda dan membaca buku bersamanya”
“sudah mandi sana, lalu kita makan malam bersama”
“iya bu”
Waktu terlewat begitu saja dan malam ini rasanya indah sekali, bahkan bintangpun berkelap-kelip dengan indah di atas langit dengan sinar rembulan yang menawan dan anggun
“ahh sudah malam, terima kasih telah memberiku hari yang indah Tuhan”
Aku tertidur lelap diperistiratanku dengan tenang dan damai dengan senyum indah diwajahku…..
----------------------------------------
Kreek
Terlihat seseorang lelaki membuka pintu kamar yang tampaknya telah lama ditinggal pemiliknya, ia terduduk dipinggir ranjang itu sambil membawa sebuah buku yang tak asing.
Ia menaruh buku itu di atas ranjang dengan sebuah catatan dan pergi keluar sambil menitikkan air mata
Sebuah coretan tulisan tangan tergores dikertas yang diletakkan di atas buku itu
“Kak ini buku untukmu, kamu harus suka ya, kamu bisa melihatku dan semuanya kan kak dari sana” tertanda Jingga untuk kak Biru
----------------------------------------------
Tak terasa hari mulai gelap, matahari mulai terbenam
“ahh sudah sore, aku harus pulang ibu pasti mencariku, aku harus pulang terima kasih atas bukunya” ku taruh buku itu di pangkuan pemuda tadi dan mulai berlari
“hey tunggu siapa namamu?”
“namaku Biru, senang berkenalan denganmu” sebuah senyum terakhir dari raut wajah indah Biru gadis cantik yang tak pernah bisa lagi melihatku.
“Terima kasih kak Biru Terima kasih”