Senin, 28 November 2016

Mengenal Lebih Dalam



Cerita ini berawal ketika saya mengantarkan seorang dosen disaat hari sudah menjelang sore...
sebuah cerita dari kejadian nyata yang mungkin akan membuatmu berfikir 2 kali
“ibu mengajar bukan untuk mencari uang, tapi ibu mengajar karna ibu ingin membagikan ilmu yang sudah ibu dapatkan agar ilmu ini tidak terbuang sia-sia”
Hari yang panas di selasa sore saat ini, seluruh mahasiswa terlihat berat membuka mata ada yang sambil mengipas wajah atau tubuhnya mengenakan sebuah buku yang dirasa cukup mengeluarkan angin untuk menghilangkan rasa panas atau ada mahasiswa yang membaringkan kepalanya diatas tasnya dan memejamkan mata, bahkan ada yang asyik mengobrol, bergosip ria yang termasuk juga aku.
Mata kuliah sejarah sore ini bisa dibilang tidak berjalan kondusif seperti hari biasanya, bukannya apa mata kuliah yang bisa dibilang membosankan karna harus membahas sejarah-sejarah masa lalu yang dianggap oleh kebanyakan mahasiswa tidak terlalu penting apalagi dengan metode diskusi yang mengharuskan audiens mendengarkan pemakalah yang terkadang hanya membaca isi makalah mereka saja menambah kebosanan, belum lagi jam kuliah yang dimulai pukul 3 sore membuat mahasiswa yang sudah panas, mengantuk, lapar dan segala macamnya ingin sesegera mungkin pulang kerumah, tapi yang aku lihat ibu Yani dosen kami tetap sabar dan tetap ingin menjelaskan pada kami walau waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, memang masih 40 menit lagi kelas seharusnya masih berlangsung, tapi seluruh mahasiswa sudah mulai mengeluh bahkan mungkin termasuk aku.
“aduh nggak ada angkot sudah jam 4 sore” seru Dini teman sekelasku yang terlihat selalu bosan, nada yang sedikit mengejek membuat aku dan teman-teman sedikit tertawa, tetapi ibu Yani masih tetap melanjutkan penjelasannya dengan lebih singkat dan detail.
Pukul 4.30 setelah beberapa lama ibu Yani menjelaskan sedikit tentang sejarah Islam di Brunei Darussalam akhirnya ibu Yani menutup perjumpaan dengan mengucap Hamdalah dan salam, seluruh mahasiswa Nampak langsung berdiri dan bergegas pulang kerumah masing-masing dengan kendaraannya, termasuk aku. Bahkan aku yang tadinya sedikit mengantuk sekarang sudah bercanda saat keluar kelas tanpa melihat pada dosen lagi.
Aku dan Ria mengendarai motor masing-masing dan berjalan keluar kampus lalu berjalan dengan rasa lega, namun aku sedikit tersentak melihat ibu Yani yang berjalan menuju gerbang yang jaraknya hampir 200 meter itu, akupun menghentikan motorku tepat dismping ibu Yani dan berkata.
“ibu pulang sama siapa bu?” kataku yang sedikit penasaran, kufikir mungkin saja suaminya sedang dalam perjalanan menuju kemari.
“umm ibu naik angkot nak, mau jalan kedepan dulu” jawab ibu itu lembut, lagi aku tersentak mendengar jawaban yang ternyata berbeda dari yang aku fikirkan.
“ya sudah bu bareng saya saja bu, saya satu arah sepertinya kerumah ibu” tawarku lembut tanpa berfikir panjang
“tapi gapapa ini nak?” tanya ibu Yani sedikit ragu-ragu, kufikir mungkin takut merepotkan.
“gapapa kok bu, kan searah juga” jawabku lagi lembut sambil melempar sebuah senyum termanisku.
Tak berapa lama kami sudah berada dijalan raya yang cukup ramai atau boleh dikata selalu ramai disore hari seperti ini.
“nak itu tadi Dini ya, yang memakai jilbab merah tadi dikelas” aku sedikit kaget mendengar pertanyaan ibu Yani karna saat itu aku sedang fokus kejalan yang memang sangat padat
“ohh iya bu itu Dini tadi itu bu yang memakai jilbab merah” jawabku seadanya tanpa berfikir panjang.
Selama perjalanan ibu Yani banyak bercerita tentang keluarga dan pengalamannya atau lebih tepatnya karna aku yang bertanya, mulai dari beliau bercerita tentang suaminya yang seorang tentara yang itulah kenapa ia harus pulang naik angkot, menceritakan 3 anaknya yang masih kecil-kecil, dan juga bercerita jika pagi ia akan mengajar disebuah madrasah yang lumayan jauh dan harus membawa anaknya yang paling kecil yang masih berusia 22 bulan karna kedua anaknya yang masih mengenyam bangku sekolah dasar juga harus bersekolah dan saat sore seperti ini ia akan pergi sendiri karna anaknya yang kecil akan dijaga oleh kedua kakaknya dan ia juga bercerita ia juga harus mandiri pergi-pulang naik angkot atau ojek karna suaminya seorang yang sibuk dan juga menjadi seorang guru atau dosen adalah pilihannya, yang paling kuingat dalah saat ia berkata
“suami ibu pernah bilang kalau kerja hanya ingin mencari uang akan lebih jika ibu dirumah, tapi jika kamu kerja untuk membagi ilmumu maka pergilah membagi ilmumu, ibu memilih untuk mengajar karna ibu merasa terbebani jika ibu tidak membagikan ilmu yang sudah ibu emban selama ini”
Pernyataan yang sedikit membuatku tersentak dan juga masih banyak cerita yang lainnya seperti banyak berbuat sesuatu apalagi jika mempunyai ilmu dan apalagi jika belum menikah karna setelah menikah ruang gerak akan sedikit terbatas atau cerita seperti banyak orang yang meremehkan ibu rumah tangga yang kerjanya hanya bisa dirumah padahal kerjanya seorang ibu rumah tangga itu lebih berat dari siapapun, ibu harus bisa menjadi guru, menjadi dokter, menjadi juru masak bahkan terkadang menjadi tukang servis yang bisa memperbaiki apa saja, perjalanan yang sebenarnya tidak jauh itu tapi aku dapat banyak bercerita dengan ibu Yani tentang banyak hal.
Setibanya aku dirumah aku langsung bergegas mandi karna waktu hampir menunjukkan pukul 6 sore, jarak tempuh yang jauh antara rumahku dan kampus membuatku selalu pulang sore belum lagi jalanan yang akan macet karna memang jamnya orang untuk pulang kerja, ahh rasanya air yang kugunakan untuk mandi terlalu segar sehingga dapat menjernihkkan kembali otakku yang sedari tadi sudah semrawut oleh berbagai macam fikiran.
Malam ini aku banyak berfikir tentang apa yang bu Yani ceritakan padaku tadi sore, aku baru sadar tadi kenapa bu Yani menanyakan tentang Dini, mungkinkah karna sindiran Dini tentang angkot tadi sore yang pada kenyataannya Dini pulang tidak mengendarai angkot melainkan menaiki sepeda motornya sendiri, lalu bu Yani yang pada kenyataannya harus pulang menaiki angkot tetap tenang dan rela mengajarkan kami sampai sore padahal ketiga anaknya yang masih kecil-kecil sedang menunggunya pulng kerumah.
Ahh fikiranku melayang kemana-mana, aku berfikir betapa jahatnya kami sebagai mahasiswa yang hanya menuntut kesempurnaan dosen yang pada kenyataannya sama-sama seorang manusia juga, kami yang seharusnya membutuhkan ilmu malah bermalas-malasan untuk mendengarkan hanya karna waktu yang sudah sore atau hanya karna lapar dan bosan, tapi ibu Yani walaupun ia lelah harus mengendarai angkot agar sampai kekampus hanya untuk mengajar kami, belum lagi harus berjalan kaki sekitar 200 meter dari gerbang kefakultas yang memang jaraknya jauh dan lagi harus meninggalkan ketiga anaknya demi mahasiswa yang bahkan mengeluh dengan mata kuliah yang diberikan beliau.
Terkadang manusia itu selalu menuntut sebuah kesempurnaan tanpa mau melihat sisi balik kesusahan yang diderita seseorang.

Rabu, 13 April 2016

Karakter Pemain dalam Novel Pramoedya Ananta Toer "Anak Semua Bangsa"

Cukup menghabiskan banyak waktu membaca novel dari Pramoedya Ananta Toer yang berjudul "Anak Semua Bangsa".
Berawal dari tugas kampus untuk membaca novel versi Bahasa Inggris akhirnya cari-cari novel kopian bahasa Indonesianya walaupun didalamnya tak sepenuhnya bahasa Indonesia melainkan campuran bahasa Melayu juga, awalnya sih agak susah mengerti bahasa di dalamnya tapi, kalau yang sudah biasa baca novel pasti seru ngikutin alur ceritanya

Nah sekarang aku mau review siapa aja pemain dan bagaimana karakter dari pemain yang ada dalam novel "Anak Semua Bangsa" :

1.      Nyai Ontosoroh : seorang wanita yang diceritakan masih cukup muda dan cantik adalah ibu dari Annelies Mellema dan mertua dari Minke
2.      Maarten Niijman : atasan Minke di S.N v/d D
3.      Kommer : seorang penulis dan juga teman dari Jean Marrais
4.      Sastro Kassier : saudara Nyai. Ontosoroh
5.      Surati : anak dari Sastro Kassier yang dahulunya cantik namun harus menikah dengan plikemboh karna jebakan orang belanda itu
6.      Ir. Maurits Mellema : anak resmi Tuan Administratur Mellema yang ingin mengambil semua harta dari Nyai. Ontosoroh
7.      Robert Mellema : anaka Nyai. Ontosoroh yang digambarkan sebagai orang yang mudah dipengaruhi
8.      Mevrouw annelies : Istri Minke yang memiliki paras yang cantik, ia pergi berlayar ke Netherland dan merupakan anak dari Herman Mellema and Nyai Ontosoroh
9.      Minke : Ia adalah suami Annelies yang berprofesi sebagai penulis. Ia selalu mengirim surat kabar ke koran S.N V/d. D milik Belanda.
10.  Jean Marais : adalah seorang pelukis hebat yang memiliki cacat pada kakinya dan ia memiliki anak bernama Maysaroh.
11.  Maysaroh : adalah anak yang pandai karena ia mampu menyatukan Ayahnya dan Minke yang sedang berkonflik.
12.  Panji Darman (Robert Jan Daperste) : adalah pesuruh nyai ontosoroh untuk mengikuti jejak Annelies yang sedang berlayar ke Netherland.
13.  Plikemboh(Frits Homerus Vlekkenbaaij) : adalah seorang administratur pabrik gula Eropa yang licik, pemabok, pemarah, kejam dan penggangu wanita.
14.  Khow Ah Soe : yaitu seorang pemuda yang sedang berjuang untuk kebangkitan bangsanya yaitu Tiongkok. Ia memakai kuncir Tau-chang palsu dan bergigi runcing.
15.  Ter Haar : yaitu seorang jurnalis berkebangsaan Belanda yang justru memaparkan kepada Minke mengenai kebusukan Eropa melalui pabrik gula.
16.  Trunodongso : adalah seorang petani yang  tinggal di Tulangan dan ia memiliki tanah yang telah di ambil secara paksa oleh emilik pabrik gula Eropa.

Nah itu dia kira-kira tokoh-tokoh yang ada dalam novel Anak Semua Bangsa, semoga review ini bermanfaat bye-bye 안녕

Sabtu, 09 April 2016

Cerpen

Danau Biru
By : Noer Fitria Tsani S.


Pagi ini terasa indah dengan aroma yang telah lama tak kuhirup ini, aku keluar berjalan menuju balkon kamar, dinginnya embun terasa sejuk pagi ini dedaunan basah dengan mengkilap ditambah hamparan danau di depanku menambah sejuk serta tenangnya pagi ini.
Dari ujung hidungku sepertinya aku mencium aroma sedap nan khas, tanpa berfikir panjang kulangkahkan kaki mengikuti asalnya aroma tersebut, kutiti anak tangga satu demi satu semakin turun dan aroma ini semakin kuat menyerbak disegala ruangan, hingga sampai aku di depan ruangan dapur.
“wah ternyata aroma ini berasal dari masakan ibu!!!”
“kamu mengagetkan ibu saja ayo sini Biru duduk yang lain sudah menunggu” sapa ibu hangat sembari menarikkanku kursi untuk duduk disamping ayah dan adik laki-lakiku satu-satunya.
“waah masakan ibu banyak banget, pasti semuanya enak-enak deh” aku menganga melihat masakan ibu yang terhampar di seluruh sudut meja makan mungil kami
Tampak ayah dan adikku sibuk menyendokkan makanan yang terlihat lezat itu, mengikuti ayah dan adikku, akupun ikut mneyendok makanan sambil memperhatikan ayah, ibu dan adikku mereka terlihat bahagia dengan wajah ceria dan bersemangat mungkin juga karna masakan ibu yang amat sangat lezat
 “waahh masakan ibu memang yang paling best, bahkan nggak ada sisa dipiringku bu” teriak adikku sambil memperlihatkan piringnya pada semua orang
“aku berangkat sekolah dulu ya” lanjut ia sambil berdiri dan menyalami ayah
“tunggu biar kakak antar”
“nggak usah kak sekolahku kan dekat, lagipula akukan cowok masa kesekolah aja dianterin biar aku naik sepeda aja sendiri” bujuk aku dengan wajah memelas
“ayolah sekali-kali kakak yang antar, kakak ingin melihat-lihat suasana kampung kita, ya? Ya?”
“nggak ahh masa aku dianterin kesekolah aku kan sudah besar” bantah ia sambil memonyongkan bibir, sebagai seorang anak laki-laki paling kecil di rumah walaupun ia sudah memasuki jenjang SMA tapi kelakuannya cukup layak dikatakan sebagai anak kecil
“sudahlah Jingga biar kakakmu sekali-kali yang mengantar ya nak?” bujuk ibu dengan nada khas yang lembut, sepertinya Jingga-adikku mulai berfikir ia menopang dagu lalu berkata
“mmm oke deh kakak boleh antar aku”
“yeey tunggu bentar ya kakak ambil jaket dulu” dengan sigap aku loncat kegirangan sambil berlari menuju kamarku untuk mengambil jaket
“cepetan kak, aku tunggu di depan”
Tak lama aku sudah di atas sepeda bersama Jingga, tapi….
“Jingga bagaimana cara mengendarai sepeda ini?” tanyaku dengan Jingga saat ku taruh kakiku dipedal sepeda sambil memamerkan gigi-gigi putihku
“ya ampun kakak aja nggak tau cara naik sepeda mau sok-sok anterin aku” dengan wajah cemberut Jingga kembali memanyunkan bibirnya dan aku hanya memasang tawa tak enak sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal
“ya sudah deh sini tukeran biar aku yang bawa sepedanya” sahut Jingga sambil mengambil alih kursi pengemudi
Tak lama kami sudah menyusuri kampung nan asri kami ini, di mana-mana bunga-bunga indah berseri ditambah dinginnya semilir angin pagi, tak sampai berapa lama kami sudah sampai di SMA
 “sudah sampai kak, aku masuk dulu ya, ini sepedanya kakak bawa saja” ucap Jingga sambil memberi gagang sepedanya dan setengah berlari memasuki pagar
“Jingga tunggu, kakak kan nggak bisa bawa sepeda” teriakku memanggil Jingga
 “aah ya ampun, kakakku ini kak Biru terlalu manis untuk bawa sepeda” ia mengelus kepalaku lembut lalu menjitakku sambil berkata “tapi kakakku ini terlalu keras kepala, heh tadi kan sudah dibilang biar aku pergi sendiri”
 “hehe maaf deh kan kakak Cuma pengen nganterin kamu, ya sudah masuk sana, kakak pulang dulu dah” sambil melambaikan aku pergi meninggalkan Jingga.
---------------------------------
Kususuri jalan dengan melihat sekeliling, hingga tanpa sadar aku menabrak seorang pemuda
“aduh” teriakku sambil mengusap bahu
“maaf..maaf” kulihat seorang pemuda yang sebaya denganku sedang membereskan buku yang terjatuh karna menabrakku
“maaf aku tidak sengaja menabrak kamu, kamu gapapa?” lanjut pemuda itu bertanya
Ia pemuda yang tampan dan sepertinya baik, kuperhatikan wajahnya yang putih dan bersih dengan hidung lancip dan bibir kecil serta mata coklat yang besar mungkin bisa dikatakan ia pemuda idaman wanita
“heyy halo” ia melambaikan tangan di depan wajahku yang tengah bengong melihat dia
“kamu gapapa?”
“aa oh iya aku gapapa kok, aku yang seharusnya minta maaf” jawabku gelagapan
“bagus deh kalau begitu”
Kulihat pemuda ini banyak sekali membawa buku dengan bermacam judul, tapi aku terpaku saat melihat sebuah buku dengan judul Danau Biru, cover buku itu sangat indah dengan bayangan seorang wanita yang tengah duduk dipinggir danau yang biru dan dengan sebuah pohon rindang disampingnya
“wahh indah sekali”
“aa apanya?” ia melihatku memperhatikan buku-buku yang ada ditangannya
“kamu menyukai salah satu buku ini?” lanjut ia sambil melihat kearahku
“ooh itu buku itu, buku dengan sampul danau biru itu sangat indah” jawabku sambil menunjuk kearah buku itu
“ohh buku ini, ya banyak yang mengatakan buku ini sangat bagus dan menyentuh, kamu mau membaca ini?” tanya ia sambil menyodorkan buku itu kearahku
“ahh tidak ini milikmu, aku juga tidak bisa membawa ini pulang” jawabku senyum sambil mendorong buku itu balik kearahnya
“jika kamu mau kita bisa membaca bersama di sana” ajak ia sambil menunjuk sebuah pohon rindang dipinggir danau.
Tak lama kami sudah duduk di bawah pohon rindang dipinggir danau
“ini bukunya kamu bisa membacanya” pemuda itu menyodorkan buku yang sama sambil duduk disampingku
Aku hanya mengambil buku itu sambil tersenyum dan mulai membaca buku itu.
Buku yang diceritakan oleh seorang adik yang kehilangan kakaknya yang baik, seorang gadis muda, ramah, baik dan cantik bernama Biru, seorang gadis buta yang jatuh hati pada pemuda tampan,dan tanpa ia ketahui pemuda itu telah pergi selamanya, namun gadis itu tetap menunggu pemuda itu dipinggir danau hingga akhirnya ia sakit dan meninggal saat sedang menunggu kekasihnya yang tak kunjung datang dipinggir danau.
Tak terasa hari mulai gelap, matahari mulai terbenam.
“ahh sudah sore, aku harus pulang ibu pasti mencariku, aku harus pulang, terima kasih atas bukunya” ku taruh buku itu di pangkuan pemuda tadi dan mulai berlari.
“hey tunggu siapa namamu?”
----------------------------------------------------
“aku pulang” kulepas sepatu dan memasuki rumah
“ya ampun kamu dari mana saja ibu cemas mencarimu”
“maaf bu tadi aku bertemu seorang pemuda dan membaca buku bersamanya”
“sudah mandi sana, lalu kita makan malam bersama”
“iya bu”
Waktu terlewat begitu saja dan malam ini rasanya indah sekali, bahkan bintangpun berkelap-kelip dengan indah di atas langit dengan sinar rembulan yang menawan dan anggun
“ahh sudah malam, terima kasih telah memberiku hari yang indah Tuhan”
Aku tertidur lelap diperistiratanku dengan tenang dan damai dengan senyum indah diwajahku…..
----------------------------------------
Kreek
Terlihat seseorang lelaki membuka pintu kamar yang tampaknya telah lama ditinggal pemiliknya, ia terduduk dipinggir ranjang itu sambil membawa sebuah  buku yang tak asing.
Ia menaruh buku itu di atas ranjang dengan sebuah catatan dan pergi keluar sambil menitikkan air mata
Sebuah coretan tulisan tangan tergores dikertas yang diletakkan di atas buku itu
“Kak ini buku untukmu, kamu harus suka ya, kamu bisa melihatku dan semuanya kan kak dari sana” tertanda Jingga untuk kak Biru
----------------------------------------------
Tak terasa hari mulai gelap, matahari mulai terbenam
“ahh sudah sore, aku harus pulang ibu pasti mencariku, aku harus pulang terima kasih atas bukunya” ku taruh buku itu di pangkuan pemuda tadi dan mulai berlari
“hey tunggu siapa namamu?”
“namaku Biru, senang berkenalan denganmu” sebuah senyum terakhir dari raut wajah indah Biru gadis cantik yang tak pernah bisa lagi melihatku.
“Terima kasih kak Biru Terima kasih”

Renungan Hati Peneguh Jiwa

Terkadang aku berfikir aku bukan diriku, orang lain juga bukan menjadi diri mereka sendiri.
Waktu berlalu aku selalu saja berfikir hal aneh yang bahkan tak aku ketahui, aku sering menonton drama ataupun film yang menunjukkan bahwa anak itu adalah monster, bahkan aku sering bertanya apakah aku ini juga seorang monster.
Ibu selalu memanggilku bodoh dan pemalas, tapi tidak dengan kedua anaknya yang lain, aku punya seorang kakak laki-laki ia sukses dan selalu menjadi kebanggaan ibu, ia selalu dipuji ibu kapanpun, bahkan jika ia bangun siang dan tak pernah mengerjakan satu pekerjaan rumahpun, aku sering iri padanya ia memiliki banyak teman, memiliki kesuksesan dan kasih sayang ibu.
Dan adikku, adik perempuanku mungkin dahulu kami sama-sama lelah karena jam sekolah memang selalu padat dan selalu pulang sore, tapi walaupun ia tak pernah dipuji ia selalu mendapatkan kasih sayang ibu dengan mudah, aku selalu berfikir ibu terus memarahiku karena ia.
Dan aku, aku berfikir ibu tak menyayangiku, dari dulu sejak aku kecil, bahkan aku pernah berfikir bahwa aku bukanlah anak kandung mereka, mereka hanya menyembunyikan semuanya dariku, aku berfikir ibu selalu memarahiku apapun itu, saat pagi hari walau itu libur ibu akan langsung membangunkanku dan menyuruhku mengerjakan semuanya ini dan itu sedangkan kakak laki-lakiku dibiarkan tidur hingga siang, ibu selalu bilang “mungkin kakakmu lelah sudah kerjakan saja”. Dan dengan adikku ia juga seorang wanita sama seperti aku tapi ibu tak pernah membangunkan ia terlebih dahulu sebelum aku, bahkan jika aku membangunkannya ibu akan berkata “sudahlah jangan dipaksa nanti adikmu marah”.
Terkadang, terkadang aku sering menangis sendirian ketika memikirkan semua itu, aku selalu ingin membuang semua pikiran itu jauh-jauh, nyatanya ibu juga terkadang memujiku, seperti apa yang dikatakannya ia melakukan semua ini agar aku bisa menjadi anak yang lebih baik dan menjadi wanita yang mandiri nantinya.
Terkadang aku marah, sakit dan terasa pedih, terkadang aku marah pada Tuhan, kenapa Tuhan melakukan semua ini padaku, apakah karena aku tak pernah melakukan apa yang Ia perintahkan kepadaku, atau memang ini jalan yang sudah di takdirkannya padaku.
Sekali lagi aku banyak belajar dari film yang aku tonton, banyak anak yang memiliki gangguan mental, mereka terlihat sama layaknya orang normal tetapi di dalam jiwanya ada yang membedakannya dari orang lain, tiap anak memiliki pemikirannya sendiri.
Aku baru saja melihat dan mendengar sesuatu dari film yang kutonton “anak ini terlahir cantik, dia akan menjadi cantik, orang lain mengatakan ia cantik dan ia menjadi anak yang cantik. Anak ini terlahir bodoh, dia akan menjadi bodoh, orang lain mengatakan ia bodoh dan ia menjadi anak yang bodoh. Anak ini terlahir seperti monster, dia akan menjadi monster, orang lain mengatakan ia monster dan jadilah ia seorang monster”.
Beberapa waktu yang lalu saat aku menyadari bahwa aku juga berbeda dari yang lain, aku mulai ingin mempelajari diriku sendiri, hingga aku menonton sebuah film dengan latar belakang Psikologi. Dan sejak itu aku memutuskan untuk menjadi seorang psikolog, tapi beberapa orang menentangku dan malah menyuruhku untuk masuk ketempat lain ke tempat yang bisa menghasilkan sesuatu yang lebih berharga dan dibutuhkan semua orang, bahkan ibu juga pernah berbicara seperti itu.
Tapi, aku tetap mencoba, 1 hal yang orang lain tak pernah tahu namun dapat dirasakan oleh anak yang memiliki pemikiran sama sepertiku, aku mau menjadi psikolog dan aku selalu mengatakan aku ingin membantu anak diluar sana agar jangan menjadi sepertiku, tapi kenyataannya alasan yang sebenarnya adalah aku ingin belajar dari diriku dan aku ingin belajar untuk diriku, dan selalu berfikir aku pasti bisa.
Kakakku adalah orang yang pintar dan rajin begitu juga adikku, tapi aku selalu dikatakan adalah orang yang malas dan malas, aku selalu berfikir seburuk itukah aku, ah mungkin memang aku seburuk itu, bahkan terkadang diantara keramaian aku selalu menjadi sendiri, disaat aku memiliki teman di sampingku bahkan aku tak bisa mempercayai semuanya, aku hanya bisa berbicara bebas pada Tuhan, tapi aku jarang dan bahkan tidak pernah berkomunikasi dengan-Nya, aku sering marah pada Tuhan, dan selalu berkata “Tuhan tidak bisakah Kau kirimkan aku seseorang yang bisa aku ajak bicara, aku memang bisa bicara pada-Mu Tuhan tapi aku selalu tak pernah mendapat balasan perkataan, mungkin karena aku yang terlalu mengabaikan-Mu, tapi terkadang rasanya sulit untuk menemui-Mu.
Di samping segalanya aku sering membuat imajinasiku sendiri, aku sering berfikir mungkin ini bukan hal yang aneh dan mungkin orang lain juga sering berimajinasi sama sepertiku. Tapi, setelah aku perhatikan orang yang ada disekitarku mereka hidup dengan bahagia dengan semua cerita indah yang mereka berikan, ataukah mereka hanya menyimpan hal yang sedih dan memberiku pengalaman yang indah saja?
Di saat sendiri aku menciptakan imajinasiku ntah itu baik atau buruk, aku selalu berimajinasi bahwa aku adalah orang yang disukai semua orang berbeda dengan hari-hariku bahkan lebih dari itu aku juga berharap bahwa hal itu adalah nyata, semua khayalanku adalah nyata, satu waktu aku ingin terus bermimpi dan tak ingin terbangun. Tapi, aku mendengar suara seorang lelaki berkata “Jika kamu ingin terus bermimpi lalu kapan kamu akan bangun dan mewujudkan segalanya”. Benar laki-laki ini benar akhirnya perlahan aku mulai bangun dari mimpiku walaupun sesekali aku masih tak bisa bangun dari mimpiku tetapi, aku masih terus berusaha bangun walau perlahan dan pelan-pelan.
Aku selalu berharap Tuhan membiarkan anak diluar sana hidup bahagia dan nyaman dengan keluargnya, aku…biarkan hanya aku yang begini Tuhan, dan Tuhan bantu aku bangun Tuhan, semua kata dan perbuatanku bahkan tak ada yang mengikuti-Mu, tapi aku tau dan sadar bahwa selama ini Kau selalu bersamaku, hanya ada beberapa yang tak Kau wujudkan untukku, mungkin karena Kau lelah terhadapku, tapi, aku yakin tidak, Kau tidak akan pernah lelah untuk membantu, Kau hanya memberi sedikit rintangan yang pastinya nanti akan terlewati. Bantu aku untuk terus mengatakan semuanya baik saja termasuk Kau, keluarga, teman dan lainnya. Mungkin aku di lahirkan bukan sebagai selembar kertas yang putih, tapi Tuhan biarkan aku menghapus semua tinta hitam yang ada pada kertas putih ini, agar kertas hitam ini dapat memiliki derajat yang sama seperti kertas putih yang Engkau puji ini, walaupun penghapus itu kecil berikanlah padaku satu persatu dengan perlahan dan sabar aku akan menghapus tinta hitam ini dari kertas putih dengan sabar dan lembut tetapi juga membutuhkan kerja keras agar kertas ini tak robek dan dapat di hargai lagi.

“HIDUP TAK SELALU BERUNTUNG, TAPI, BELAJAR DAN BERPROSES MENJADIKANMU LEBIH KUAT DI BANDING MEREKA YANG SELALU BERUNTUNG”